Dibalik
Hari Tanpa Tembakau
Tanggal 31
Mei telah dicanangkan sebagai hari tanpa tembakau dan diperingati setiap tahun
secara internasional sejak 7 April 1988 sampai sekarang. Hari Tanpa Tembakau
Sedunia (HTTS) pertama kali diperkenalkan oleh World Health Organization (WHO) Organisasi Kesehatan Dunia.
Peringatan ini terus digaungkan setiap 31 Mei dengan tujuan agar masyarakat
dunia memahami problem dan komplikasi yang timbul sebagai dampak konsumsi tembakau
yang berlebih. WHO menaruh harapan besar agar peringatan hari tanpa tembakau
ini dapat menyadarkan dan mendorong orang-orang untuk mengurangi atau sama
sekali menghentikan konsumsi tembakau dalam bentuk apapun di seluruh dunia.
Kampanye terus
digalakkan, tembakau tidak hanya ditemukan dalam bentuk tembakau utuh, tetapi
juga dalam berbagai bentuk lain, seperti ceurutu, bidis, pasta gigi, kretek,
pipa, tembakau kunyah, dan banyak lainnya. WHO melarang keras penggunaan produk
tembakau dalam bentuk apapun. Melalui peringatan ini, masyarakat dihimbau untuk
meningkatkan kesadaran penuh bahwa merokok bisa menyebabkan penyakit paru
obstruktif kronis (PPOK), kanker paru, serangan jantung, stroke, penyakit
jantung kronis, berbagai jenis kanker, dan lainnya.
Candu
rokok bisa menyebabkan seseorang sulit menghentikan kebiasaan yang merugikan
kesehatan ini. Apalagi kecanduan nikotin sangat buruk bagi kesehatan, termasuk
bagi otak dan paru-paru. Pun bagi perokok pasif atau yang menghirup asap rokok
dari para perokok, pasalnya, bahaya Asap rokok bagi kesehatan tubuh manusia
bukan menjadi rahasia umum lagi. Akan tetapi, sekalipun semua orang tahu persis
bahaya merokok bagi tubuh, hal ini tidak membuat para perokok serta-merta
berhenti merokok. Selain itu, tidak hanya perokok aktif yang mendapatan efek
negatif rokok, perokok pasif yang terkena asapnya saja bisa mendapatkan efek
buruk dari rokok yang membahayakan tubuh, khususnya bahaya asap rokok bagi
janin, paru-paru dan jantung.
Badan
Kesehatan Dunia (WHO) telah menempatkan Indonesia sebagai pasar rokok tertinggi
ketiga dunia setelah Cina dan India. Prevalensi perokok laki-laki dewasa, saat
ini bahkan paling tinggi di dunia Kementerian Kesehatan.
Meski Hari
Tanpa Tembakau Sedunia diperingati setiap tahun dengan deretan kampanye yang
berlangsung, apakah perokok di Indonesia telah berkurang dari tahun ke tahun?
PEMINAT TEMBAKAU DI INDONESIA
Fakta menunjukkan
bahwa Indonesia adalah Negara dengan jumlah perokok muda tertinggi di dunia.
BPS telah mencatat bahwa satu dari empat pemuda di Indonesia adalah perokok dan
mayoritas merokok setiap hari. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional juga
menghasilkan catatan bahwa persentase pengeluaran perkapita untuk Rokok
Terhadap pengeluaran makanan sebesar 13,80 persen. Fakta lain menunjukkan bahwa
lebih dari sepertiga atau 36,3 persen penduduk Indonesia saat ini menjadi
perokok. Apabila dirinci menurut golongan umur pemuda yang merokok setiap hari, data BPS menunjukkan sebesar
7,71 persen pemuda perokok berusia 16-18 tahun, 22,86 persen berusia 19-24
tahun dan sebanyak 30,02 persen perokok berusia 25-30 tahun.
Meski
secara regulasi umur konsumen telah dibatasi, namun jumlah pemuda yang merokok
terus meninggi, bahkan sekitar 8 persen pemuda berusia dibawah 18 tahun telah
merokok setiap hari. Kondisi ini sangat memprihatinkan, dan menunjukkan bahwa
kualitas kesehatan generasi muda (pemuda) perlu mendapat perhatian mengingat
perannya dalam pembangunan cukup signifikan sejalan dengan sloghan “pemuda
harapan bangsa”.
KOMITMEN BERSAMA WUJUDKAN
INDONESIA BEBAS ASAP ROKOK
Adanya komitmen yang kuat, jejaring yang erat, dan
tindakan pasti Pemerintah Pusat dan
Daerah bersama seluruh masyarakat adalah
modal dasar dalam mewujudkan Indonesia Bebas Asap Rokok.
Kawasan
Tanpa Rokok (KTR) di tingkat Kabupaten/ Kota hendaknya semakin diperluas
cakupan dan jangkauannya di Indonesia
melalui penerbitan regulasi dan implementasi. Dewasa ini, sudah ada 220
Kabupaten/Kota di 34 Provinsi yang memiliki peraturan terkait Kawasan Tanpa
Rokok (KTR). Langkah ini penting demi melindungi masyarakat dari ancaman
gangguan kesehatan akibat lingkungan yang tercemar asap rokok. Selain itu,
apresiasi tinggi Kemenkes kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Anies
Baswedan, yang telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 64 tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di lingkungan sekolah.
Guna
meningkatkan kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat dengan upaya
advokasi, sosialisasi, dan penerbitan regulasi, perlu diperkuat dengan
pelembagaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta perilaku CERDIK, yang
merupakan kepanjangan dari Cek Kesehatan Secara Berkala; Enyahkan Asap Rokok;
Rajin Beraktifitas Fisik; Diet Sehat dan Seimbang; Istirahat Cukup; dan Kelola
Stress.Upaya untuk mengurangi konsumsi tembakau harus terus digalakkan sebagai
upaya untuk mencegah penurunan kesehatan yang berdampak pada penurunan kualitas
generasi penerusdiantaranya dengan melakukan beberapa program pengendalian
tembakau, antara lain kawasan tanpa rokok dan klinik berhenti merokok bebas
biaya. “Saat Indonesia mengalami bonus demografi, kita memerlukan generasi yang
sehat dan produktif.